Kanal9.id – Sejak Rabu sore (21/8), tagar #KawalPutusanMK dan gambar peringatan darurat mulai tersebar di sejumlah media sosial. Unggahan gambar peringatan darurat disertai tagar keputusan #KawalMK tersebut bergema di ribuan warganet dan sejumlah aktivis di media sosial X dan Instagram.
Apa sebenarnya arti hashtag #KawalPutusanMK dan gambar peringatan darurat? Dikutip JawaPos.com, kedua aksi tersebut merupakan bentuk kekecewaan warganet di dunia maya yang diajak menggunakan atau mengunggah gambar “peringatan darurat”.
Seruan ini juga digaungkan oleh banyak media yang kritis terhadap pemerintah. Gambar atau gambar “Peringatan Darurat” menggambarkan kekecewaan masyarakat terhadap sistem yang ada saat ini.
Oleh karena itu artikel kali ini akan membahas tentang gambar peringatan darurat yang sedang populer di media sosial kita. Bagi yang penasaran silahkan tonton dan baca sampai habis.
Media sosial penuh dengan gambar peringatan darurat
Tentang “Apakah negara ini perlu reset dari O lagi karena kerusakannya tidak dapat diperbaiki?” cuit akun X @prabhas_varmaa.
Sebagian besar pengguna internet lainnya juga demikian. Menilai sistem hukum dan demokrasi Indonesia telah rusak. Diinjak-injak oleh penguasa yang terobsesi dengan kekuasaan. “Apakah akan terjadi seperti 98, atau seperti Sri Lanka,” cuit akun X @animeshoujo92.
Audiens juga sudah mulai menjawab panggilan ini dengan template Instagram Stories “Tambahkan Kisah kamu”. Jadi, apa arti gambar dengan tulisan “Peringatan Darurat”?
Foto ini diberitakan dari berbagai sumber saat itu, di tahun ketika satu-satunya televisi di Indonesia adalah TVRI.
Hal ini merupakan peringatan pemerintah kepada masyarakat mengenai potensi bahaya yang timbul dari kelompok, bencana, dan kemungkinan kerusuhan.
Jika gambar tersebut muncul di televisi saat itu disertai dengan pengumuman secara audio dan tertulis serta suara sirine, berarti Indonesia sedang tidak dalam posisi yang baik.
Artinya, “peringatan darurat” sebenarnya merupakan tanda bahaya. Hal ini dinilai terkait dengan keadaan saat ini dimana demokrasi dan sistem hukum di Indonesia sedang terancam.
Putusan Mahkamah Konstitusi yang dibatalkan Republik Palej dinilai sebagai kelanjutan upaya politik dinasti
Mahkamah Konstitusi atau MK yang baru saja mengeluarkan putusan terbarunya tentang pilkada, disambut baik oleh masyarakat di seluruh Indonesia yang menolak politik dinasti dan demokrasi yang tulus.
Para praktisi ketatanegaraan dan masyarakat yang melek hukum menyambut baik keputusan tersebut karena aturan peraturan pilkada membuka jalan bagi kebebasan memilih bagi masyarakat Indonesia.
Meski demikian, masih terdapat kekhawatiran di kalangan elemen masyarakat yang mempertanyakan implementasi putusan Mahkamah Konstitusi tersebut.
Pasalnya, agenda politik partai juga mengemuka dengan digelarnya sidang Badan Legislatif Republik Demokratik Rakyat Korea (PALEG) yang memutuskan tidak menggunakan putusan Mahkamah Konstitusi.
Tagar atau tagar #KawalPutusanMK pun menjadi trending topik di media sosial.
Rapat kerja Palij dengan Pemerintah dan DPD RI dalam rangka pembahasan RUU Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan UU Walikota (RUU Pilkada).
Hasil pertemuan tersebut, Dewan Legislatif Republik Demokratik Kongo sepakat untuk meninjau ulang undang-undang pemilu daerah. Salah satunya soal batas usia maksimal untuk mencalonkan diri dalam pilkada. Palij sepakat UU Pilkada mengacu pada Resolusi Nomor 23 P/HUM/2024 yang terbit pada 29 Mei 2024. Resolusi tersebut mengubah syarat usia calon kepala daerah.
Putusan Mahkamah Agung itu mengatur, calon gubernur dan wakil gubernur harus berusia minimal 30 tahun ketika ditetapkan sebagai pasangan calon.
penutupan
Kemudian hal ini mengecewakan masyarakat Indonesia. Keputusan terkait foto peringatan darurat sebagai upaya menggagalkan keputusan Mahkamah Konstitusi ini dinilai sebagai taktik pilkada yang dilakukan segelintir kelompok. Kami harap informasi ini bermanfaat bagi kamu. ***